Rabu, 05 Desember 2018

Bab 2 "jual beli" kelas 6

Jual Beli
Jual beli adalah tukar menukar barang dengan barang atau barang dengan uang sesuai kesepakatan penjual dan pembeli (Ubaidillah dan Razak2006 : 1). Jual beli merupakan kegiatan tukar-menukar barang dengan cara tertentu. Dengan kegiatan jual beli, seseorang akan mendapatkan barang atau jasa tertentu yang diinginkannya. Misalnya, seorang perdagang ingin mendapatkan keuntungan dari kegiatan jual beli, sedangkan pembeli ingin mendapatkan barang atau jasa yang diinginkannya dari proses jual beli.
Barang yang ditukar dalam kegiatan jual beli bermacam-macam sesuai dengan zamannya. Pada zaman dahulu, sebelum manusia mengenal uang, jual beli dilakukan dengan menukar barang yang mereka butuhkan. Cara tesebut disebut denganBarter. Sejak manusia mengenal uang, maka proses jual beli tidak lagi menukar barang, melainkan dengan menggunakan alat tukar yang sah, yaitu uang.
Jual beli harus dilakukan dengan rasa suka sama suka. Artinya antara penjual dan pembeli sama-sama saling senang karena mendapatkan hal yang diinginkannya. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa :29. Hal tersebut bertujuan agar kegiatan jual beli tidak saling merugikan antara penjual dan pembeli.
Jual beli dalam syariat Islam adalah halal. Allah SWT memperbolehkan adanya jual beli, sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah: 275:
.... وَاَحلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَوا.... (البقرة : 275)
Artinya: “…. Allah telah menghalalkan jual beli danmengharamkan riba…” (Q.S Al-Baqarah [2]: 275).
Dari firman Allah diatas telah jelas bahwa Allah menghalalkan jual beli dan mengahamkan riba. Jual beli yang dianjurkan Allah SWT, yakni jual beli yang benar-benar sesuai dengan rukun dan syarat jual beli diantaranya adanya rasa sama-sama senang antara penjual juga pembelinya.
1.        Rukun jual beli
Rukun adalah sesuatu yang harus ada dalam suatu kegiatan. Adapun rukun jual beli (Al-Hasby, 199: 76) yaitu:
a.         Penjual, yaitu orang yang menjual barang
b.        Pembeli, yaitu orang yang membeli barang
c.         Barang yang diperjualbelikan
d.        Ijab Kabul, yaitu ucapan perjanjian jual beli
Jika salah satu dari rukun tersebut tidak terpenuhi, maka kegiatan jual beli tidak diperbolehkan terjadi.
2.        Syarat jual beli
Kegiatan jual beli dapat dianggap sah apabila memenuhi syarat-syarat sesuai dengan syariat Islam.Syarat tersebut dimaksudkan untuk menjaga kemaslahatan umat dan menghindari kemudharatan. Oleh sebab itu, penjual, pembeli, barang atau uang, dan ijab Kabul harus memenuhi ketentuan berikut ini:
a.       Penjual dan pembeli syaratnya:
1)        Baligh, artinya sudah dewasa, sudah dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk.
2)        Suka sama suka, penjual rela menjual barang dagangannya dan pembeli suka terhadap barang yang dibelinya.
b.      Barang dan uang, syaratnya:
1)      Halal, barang yang haram tidak boleh diperjualbelikan.
2)      Suci, barang yang tergolong najis tidak boleh diperjualbelikan.
3)      Bermanfaat, barang yang diperjualbelikan ada manfaatnya.
4)      Diketahui dengan jelas, barang yang diperjualbelikan harus diketahui dengan jelas oleh penjual dan pembeli tentang ukuran, takaran, bilangan, bnetuk, dan sifatnya.
5)      Kepunyaan penjual atau kepunyaan yang diwakili penjual.
c.    Ijab Kabul, syaratnya:
Lafal ijab Kabul adalah perkataan penjual dan pembeli yang merupakan pernyataan kesepakatan jual beli. Kalimat yang digunakan hendaknya mudah dimengerti dan tidak terputus, untuk menghindari kesalahpahaman dalam transaksi. Ijab Kabul harus didasari suka sama suka.
3.        Jual beli yang diperbolehkan dan dilarang
Jual beli yang diperbolehkan yaitu apabila kegiatan jual beli tersebut sudah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan di dalam ajaran Islam, dengan kata lain telah memenuhi rukun dan syarat sah jual beli.
Bila kegiatan jual beli tersebut merugikan penjual maupun pembeli serta mengganggu ketentraman orang lain, jual beli ini menjadi terlarang. Jual beli yang dilarang oleh syariat agama Islam yaitu:
a.         Jual beli yang tidak sah karena kurang syarat dan rukunnya, diantaranya yaitu:
1)        Jual beli dengan system ijjon, yaitu barang yang dijual masih belum diketahui hasilnya. Misalnya buah-buahan yang masih muda atau belum matang yang memungkinkan hasilnya akan merugikan pembeli.
2)        Jual beli anak binatang ternak yang masih dalam kandungan, karena dikhawatirkan anak binatang  tersebut tidak hidup.
3)        Jual beli sperma (air mani) binatang jantan. Hal ini diragukan karena hasilnya belum pasti jadi.
4)        Jual beli barang yang belum ada di tangan
5)        Jual beli benda najis, seperti minuman keras, babi, dan bangkai.
b.         Jual beli sah tapi terlarang, dinataranya:
1)      Jual beli yang dilakukan pada waktu shalat jum’at
2)      Jual beli dengan maksud unutk ditimbun dahulu sebelum dijual kembali dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar.
3)      Membeli barang dengan menghadang di jalan atau sebelum sampai di pasar, sehingga penjual atau pembeli belum mengetahui harga pasar.
4)      Membeli barang yang telah dibeli orang lain padahal masih masa Khiyar.
5)      Menjaul barang dengan cara menipu timbangan atau ukuran sehingga menimbulkan kerugian pada pembelinya
6)      Jual beli barang untuk maksiat atau untuk kejahatan, seperti untuk mencuri atau merampok.
Pada dasarnya, jual beli itu halal, artinya boleh dilakukan. Apabila cara jual beli itu mendatangkan kemaslahatan, maka jual beli sangat dianjurkan. Namun, jual beli bisa menjadi terlarang karena menjual atau membeli barang-barang yang diharamkan. Misalnya:
a.       Barang-barang yang haram zatnya
b.      Barang hasil curian
c.       Barang yang tergolong najis
d.      Barang yang digunakan untuk maksiat
e.       Tanaman biji atau buah yang belum waktunya dipetik.
Jual beli dilarang diantaranya juga:(1) menyakiti si penjual, pembeli atau orang lain, (2) menyempitkan gerak pasaran, (3) merusak ketentraman umum. Ada beberapa macam jual beli yang sah tetapi dilarang, yaitu:
a.    Membeli barang dengan harga yang lebih mahal daripada harga kebanyakan orang menjualnya.
b.    Membeli barang yang sudah dibeli orang lain.
c.    Mencegat orang-orang yang membawa dagangan dari desa ke kota untuk dibeli barangnya. Maksudnya, dilarang membeli barang pada orang yang akan menjual barang daganganya yang belum sampai pasar. Hal ini dikarenakan si penjual belum mengetahui harganya ketika akan dijual di pasar.
d.   Membeli barang untuk disimpan agar dapat dijual kembali dengan harga yang lebih mahal. Perbuatan ini sama saja menimbun barang, hal ini dilarang karena akan merugikan banyak orang.
e.    Menjual barang yang berguna, tetapi barang itu akan digunakan untuk maksiat. Penjualan semacam ini dilarang Allah, karena akan mengakibatkan perbuatan dosa. Contohnya: seseorang menjual pisau yang akan dibeli si pembeli untuk digunakan membunuh orang. Namun dalam hal ini si penjual mengetahui bahwa pisau tersebut dibeli untuk membunuh orang, akan  tetapi jika si penjual tidak mengetahui makan tidak apa-apa.
Beberapa manfaat dan hikmah dari jual beli antara lain (Shobur, 2009: 45):
a.    Kedua belah pihak (penjual dan pembeli) dapat memenuhi kebutuhannya dengan saling merelakan
b.    Masing-masing pihak merasa puas
c.    Dapat menjauhkan diri dari memakai pakaian yang haram
d.   Kedua belah pihak mendapatkan rahmat dari Allah
e.    Dapat menumbuhkan ketentraman dan kebahagiaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar